Akhirnya, Tenun Rakat dan Hudog Kutim Raih Sertifikat KIK Kanwil Kemenkumham Kaltim

Journalindonesia.id, Sangatta – Pemkab Kutai Timur (Kutim) kembali berhasil mencatatkan inventarisasi kekayaan intelektual komunal (KIK) Kain Tenun Rakat khas Kutai Timur (Kutim) dan Tari Hudog dari suku Dayak Kalimantan yang mendapatkan pengakuan dari lembaga hukum yakni dari Kanwil Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Kaltim. Keduanya berhasil memperoleh sertifikat Kekayaan Intelektual Komunal (KIK).
Untuk sertifikat KIK kain tenun rakat diterima oleh Sekretaris Dinas Pariwisata (Dispar) Kutim Tirah Satriani yang tercatat sebagai pencipta kain Tenun Rakat. Sedangkan sertifikat KIK Tari Hudog diterima oleh Asisten Perekonomian dan Pembangunan (Perekobang) Seskab Kutim Zubair yang diserahkan secara simbolis oleh Kepala Kanwil Kemenkumham Kaltim Sofyan di Ballroom Aston Samarinda Hotel & Convention Center, Selasa (20/6/2023).
Pada kesempatan itu, Asisten Perekobang Zubair menyambut baik pemberian sertifikat KIK kepada Tarian Hudog. Menurutnya, pemberian perlindungan hukum ini sangat penting untuk mencegah penyalahgunaan budaya asli oleh pihak lain.
“Pemberian sertifikat KIK ini sangat membantu dalam menjaga kebudayaan asli atau khas Kutim. Ini merupakan hal yang sangat positif,” ujar Zubair.
Menurutnya, pemberian sertifikat KIK kepada Tarian Hudog memberikan pengakuan resmi terhadap kekayaan budaya suku Dayak Kalimantan. Hal ini juga memberikan perlindungan hukum dan penghargaan atas upaya pelestarian budaya yang dilakukan oleh masyarakat setempat.
“Secara hukum tarian ini sudah dilindungi. Ini sangat membantu kami untuk terus menjaga dan melestarikan budaya kami,” ujarnya.
Sementara ditemui usai penyerahan Sertifikat KIK, Sekretaris Dispar Kutim Tirah Satriani yang juga sebagai istri Wakil Bupati Kutim Kasmidi Bulang menyampaikan, tenun ini bermula pada tahun 2013. Desain Tenun Rakat khas Kutim ini berasal dari Bupati Kutim pertama Awang Faroek Ishak, yang kemudian diserahkan kepada warga Desa Kaliorang dari Nusa Tenggara Timur (NTT) yang bernama Rusmince.
“Tenun rakat ini sedikit berbeda dengan kain tenun pada biasanya, karena proses pembuatan tenun rakat dibuat dengan cara diikat secara langsung,” beber Tirah.
Selanjutnya disampaikan, setelah tersendat karena keterbatasan fasilitas dan informasi, maka di tahun 2020 dirinya melanjutkan desain motif abstrak tersebut ke desain motif yang lebih siap untuk dikembangkan menjadi produk ekonomi kreatif. Desain motif tenun rakat terus dikembangkan agar menjadi kain khas Kutim.
“Kenapa diberikan nama Tenun Rakat, nama ini diambil dari bahasa Kutai yaitu Rakat yang memiliki arti bersatu. Kain tenun Rakat melambangkan persatuan, gotong royong dan kerja sama untuk mendapatkan hasil yang terbaik,” kata Tirah penerima Surat Pencatatan Ciptaan Kain Tenun Rakat (SPCKTR).
Tirah Satriani menambahkan, sekarang motif kain Tenun Rakat sudah berhasil dipromosikan di berbagai event dan dua tahun terakhir ini, Tenun Rakat sudah diikutkan pada event Indonesia Fashion Week (IFW).
“Kami ingin tenun ini menjadi ciri khas Kutim, makanya kami (Dispar Kutim) berinisiatif daftarkan tenun ini agar memiliki sertifikat KIK dan alhamdullilah Tenun Rakat sudah menjadi khas Kutim,” ujarnya.
Dirinya optimis kain Tenun Rakat khas Kutim ini akan menjadi produk ekonomi kreatif yang berdaya saing.
“Sertifikat KIK ini berlaku selama hidup pencipta dan berlangsung selama 70 tahun setelah penciptanya meninggal dunia terhitung 1 Januari tahun berikutnya,” terangnya.(Etens3/Adv)