DP3A Sebut Kesenjangan Perempuan dan Laki-laki Harus Diidentifikasi
KUTAI TIMUR – Suatu istilah yang mengacu kepada perbedaan-perbedaan antara perempuan dan laki-laki dalam akses ke dan kontrol atas sumber-smber daya penting, Contoh perbedaan dalam pekerjaan dan upah dimana laki-laki menerima lebih banyak dibandingkan perempuan. Selain itu terkandung juga dalam kesenjangan gender ini yaitu ketidak-seimbangan hubungan antara perempuan dan laki-laki di dalam proses pembangunan, dimana perempuan tidak berpartisipasi dalam proses pembangunan (merencanakan, memutuskan, melaksanakan, memonitor dan mengevaluasi). Kesenjangan gender dapat diidentifikasi melalui analisis gender.
Oleh karena itu perlu adanya perhatian atas kesenjangan perempuan dan laki-laki yang harus diidentifikasi. dr Aisyah Selaku Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPPA) Kabupaten Kutai Timur (Kutim), mengatakan bahwa kebijakan atau program yang responsif gender, berfokus pada aspek yang memperlihatkan kondisi kesenjangan dan kepada upaya mengangkat dalam memformulasikan rancangan, implementasi perencanaan kebijakan serta program kegiatan.
Dijelaskan bahwa“Kesenjangan antara perempuan dan laki-laki harus diidentifikasi dan dianalisis. Pengalaman, kepedulian, kebutuhan, prioritas, perempuan dan laki-laki di akomodasikan dan integrasikan ke dalam perencanaan, kebijakan, program dan kegiatan dari tahap perencanaan sampai dengan pemantauan dan evaluasi,” imbuhnya.
Selain itu implikasi terhadap gender harus dimonitor dan evaluasi melalui indikator yang memperlihatkan kesenjangan gender berkurang atau hilang sama sekali di tengah-tengah masyarakat.Ada beberapa waktu yang lalu Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia (RI), Lieska Prasetya mengatakan bahwa kebijakan, perencanaan, penganggaran seringkali netral atau bias gender, kurang mempertimbangkan bahwa laki-laki dan perempuan mempunyai kebutuhan, kesulitan dan aspirasi yang berbeda.
Selain itu Perencanaan dan penganggaran yang responsif gender (PPRG) adalah instrumen untuk mengatasi adanya perbedaan atau kesenjangan akses, partisipasi, kontrol dan manfaat pembangunan bagi perempuan dan laki-laki dengan tujuan yang lebih berkeadilan.“Perencanaan yang responsif gender yaitu perencanaan yang disusun dengan mengakomodasi pengalaman, aspirasi, kebutuhan, potensi dan penyelesaian permasalahan perempuan dan laki-laki,” imbuhnya.
dr. aisyah Juga menjelaskan terkait, anggaran yang responsif gender adalah anggaran yang disusun dan disahkan melalui proses perencanaan yang responsif gender. Upaya untuk menjamin agar anggaran yang dikeluarkan oleh pemerintah beserta kebijakan dan program yang mendasarinya dilaksanakan untuk menjawab kebutuhan setiap warga negara dari kelompok manapun, baik laki-laki maupun perempuan.(*)